Kamis, 07 Mei 2015

Kimia mengungkap fakta! Glukosa dalam es krim pemicu senyawa kimia penghilang stress

ES krim sangat disukai dan digemari oleh berbagai kalangan masyarakat; tua – muda, miskin – kaya. Salah satu penyebab es krim sangat disukai oleh berbagai lapisan masyarakat karena es krim rasanya yang lezat dan menawar hawa panas. Setelah makan es krim tak jarang perasaan bisa bertambah senang.

Es krim dapat meningkatkan rasa senang dan gembira?

struktur kimia serotonin
struktur kimia serotonin
Kandungan gula tinggi dalam es krim yang nyaris lansung memicu pasokan serotonin dalam tubuh.(1) Serotonin mempunyai nama IUPAC yakni 5 – hidroksitriptaminyang sering disingkat 5-HT. Senyawa ini merupakan dibiosintesis di tubuh dari turunan daritripofan. Serotonin inilah bersama dengan katekolamin(Catecholamines – eng) berberap sebagai neurotransmiter yang meregulasi suasana hati. Serotonin banyak ditemukan diotak. Umumnya, pria yang sukses memiliki aktivitas serotonin otak yang tinggi. (2)

Mekanismenya

Gula (glukosa) es krim lansung diolah tubuh dan dialirkan ke dalam aliran darah dan memicu produksi insulin dan asam amino berupa triptpfan. Dengan adanya kadar insulin maka glukosa dan asam amino dipasok banyak ke dalam otot sebagai energi. Sementara triptofan dialirkan ke otak dan dibiosintesis oleh tubuh menjadi serotonin.Nah serotonin ini kemudian berperan sebagai hormon tubuh untuk mengatur perasaan menyenangkan dan santai meski dalam jangka waktu pendek. (1,2). Selain itu, serotonin berperan juga sebagai vasokonstriktor yang ampuh (3); membantu pengaturan tekanan darah dengan mengecilkan pembuluh darah – bagi tubuh dalam kadar normal dibutuhkan untuk pemeliharaan suhu tubuh, membantu termoregulasi dan mencegah hipotensi.
Lanjutnya, dengan adanya serotonin ini penyakit migran bisa disembuhkan. Hal ini karena kadar serotonin dalam otak dipengaruhi oleh asupan makanan yang kaya akan karbohidrat. (4). Meski penggunaan es krim menimbulkan efek lainnya dikarenakan zat adiktif terkandung didalamnya yang tidak sesuai dengan tubuh.
Namun makan es krim terlalu banyak bisa mengantuk. hal ini disebabkan konsumsi glukosa (baik es krim maupun makanan yang lainnya) yang berlebihan akan meningkatkan kadar insulin yang berakibat “mabuk gula”; berefek mudah mengantuk dan pikiran berkabut tak tertahankan. (2). Pasalnya, serotonin dijadikan oleh tubuh sebagai prekusor biosintesis melatonin yang berperan pada rasa mengantuk dan bangun tidur.(3)

Biosintesis serotonin oleh tubuh

biosintesis serotonin
biosintesis serotonin: bermula dari triptofan dengan enzim triptofan hidroksilase dan asam amino aromatik dekarboksilase menjadi serotonin

Inhibitor

Penggunaan kokain bisa menghambat pengambilan serotonin dan senyawa lainnyanorepinephrinedopamine oleh tubuh. (2, 4)

Bacaan Lebih Lanjut

Given, Barbara K. 2007. Brain – Based Teaching; Merancang Kegiatan Belajar-Mengajar yang Melibatkan Otak Emosional, Sosial, Kognitif, Kinestetis dan Reflektif (terj). Bandung: Penerbit Kaika, PT Mizan Pustaka.
2 Palmer, Michael. 2007. Biochemical Pharmacology: Lecture Notes – 3rded. Department of Chemistry, University of Waterloo, Canada.
3 Mathews, Christopher K, K.E. van Holde, Kevin Ahern. 1999. Biochemistry – 3rd ed. England. Prentice Hall.
4 Metzler, David E. Biochemistry: The Chemical Reaction of Living Cell – Volume 1 and 2, 2nd ed. USA. Academic Press.
5 Nelson, David L. Michael M. Cox. Lehninger: Principle of Biochemistry –  4th ed. W. H. Freeman.

Sabtu, 08 November 2014

PEDOMAN PENYIMPANAN ZAT KIMIA DI LABORATORIUM UNTUK KESEHATAN DAN KEAMANAN

PEDOMAN PENYIMPANAN ZAT KIMIA DI LABORATORIUM 
UNTUK KESEHATAN DAN KEAMANAN


Pendahuluan
            Laboratorium kimia harus merupakan tempat yang aman bagi para penggunanya. Aman dari setiap kemungkinan kecelakaan fatal dari sakit maupun kesehatan. Hanya dalam laboratorium yang aman seseorang dapat bekerja dengan aman, produktif, dan efisien, bebas dari rasa khawatir akan keceakaan dan keracunan. Apabila ada kemauan dari setiap pengguna untuk menjaga dan melindungi diri, maka keadaan aman dalam laboratorium pasti akan tercipta. Diperlukan kesadaran bahwa kecelakaan dapat berakibat bagi para pengguna maupun orang lain serta lingkungan di sekitarnya. Kemudian disiplin setiap individu terhadap peraturan yang telah ditetapkan. Semua ini tergantung pada faktor manusianya, yang merupakan sumber terbesar terjadinya kecelakaan di laboratorium.
Keamanan adalah faktor yang seharusnya menjadi perhatian yang paing besar dalam kegiatan laboratorium, tetapi umumnya yang terjadi adalah kita belum terbiasa memperhatikan keamanan kerja. Syarat keamanan di laboratorium bertujuan untuk meindungi baik yang bekerja di laboratorium itu sendiri maupun untuk ingkungan dan menciptakan suasana laboratorium sebagai sarana belajar sains yang aman. Caranya dengan meningkatkan pengetahuan praktisi sains (dosen, laboran, siswa) tentang keselamatan kerja, mengenal bahaya yang mungkin terjadi serta upaya penanganannya.
Bahan kimia merupakan materi belajar yang harus ada dalam laboratorium, pada dasarnya semua bahan kimia itu beracun, namun dengan pengeolaan dan penyimpanan bahan kimia yang tepat dan benar, maka tingkat bahaya sebagai beracun dapat dikurangi dan ditanggulangi. Pengenalan sifat dan jenis bahan kimia akan memudahkan dalam cara penanganannya, yaitu cara pencampuran, mereaksikan, pemindahan atau transportasi, dan penyimpanannya. Dalam makalah ini akan diuraikan tentang bagaimana perawatan bahan praktikum kimia, cara penyimpanan agar kerusakan bahan-bahan kimia dapat dihindari, serta bahaya-bahaya yang ditimbulkan akibat penyimpanan dapat dicegah.

Penyimpanan Bahan Kimia
            Tata cara pengaturan dan penyimpanan bahan kimia di laboratorium merupakan bagian yang sangat penting. Ini karena bahan kimia cenderung mempunyai potensi bahaya, baik itu mudak terbakar, meledak, reaktivitasnya maupun bahaya lain. Dengan demikian, mau tak mau kita harus mengenal terlebih dahulu bahan kimia tersebut seperti pepatah bilang ‘tak kenal maka tak sayang’.
Ada banyak referensi yang bisa kita rujuk agar kita bisa mengenal lebih detail terhadap bahan kimia. Sumber informasi bahan kimia tersebut antara lain dari :
  1. Informasi dari produsen yang bisa dalam bentuk buku katalog bahan/CD, misalnya dari produsen Merck, JT Baker, BDH, dll.
  2. Literatur / buku tentang Health and Safety.
  3. Material Safety Data Sheet (MSDS).
  4. Informasi dari buku katalog umumnya berisi informasi umum (nama dan komposisi), sifat fisik & kimia serta simbol bahaya. Sedang informasi MSDS didapat secara up to date dengan download dari berbagai sumber.
Beberapa hal penting tersebut memang harus diperhatikan agar tidak terjadi hal-hal yang tidak diinginkan pada bahan kimia. Terlebih lagi bahan kimia merupakan bagian dari sebuah riset sehingga jangan sampai berpengaruh pada hasil riset. Data hasil riset haruslah mempunyai tingkat akuraritas yang tinggi, dalam arti kata tetap presisi dan tidak bias.
Cara pengaturan dan penyimpanan bahan kimia didasarkan atas sifat fisik dan sifat kimia bahan.  Pengaturan tersebut harus memperhatikan kondisi operasional bahan kimia seperti :
  • Kontrol temperatur  
  • Perbandingan dan konsentrasi reaktan  
  • Kemurnian bahan  
  • Viskositas media reaksi
  • Kecepatan penambahan bahan
  • Pengadukan
  • Tekanan reaksi atau distilasi
  • Bahaya radiasi
  • Bahaya padatan yang reaktif
Pengaturan penyimpanan bahan kimia adalah suatu hal yang tidak bisa kita abaikan setiap bahan kimia mempunyai sifat fisika dan kimia yang berbeda seperti misalnya :
  1. Bahan Berbahaya dan Beracun (B3) 
  2. Reaksi dekomposisi
  3. Komposisi, struktur & reaktivitas kimia
  4. Bahan-bahan kimia tidak kompatibel
Bahan Berbahaya dan Beracun (B3) 
Secara rinci, klasifikasi Bahan Berbahaya dan Beracun (B3) diatur dalam PP No. 74 Th 2001 tentang Pengelolaan B3. Klasifikasi tersebut sebagai berikut :
  • Mudah meledak (explosive
  • Mudah menyala (flammable
  • Pengoksidasi (oxidizing
  • Berbahaya (harmful) 
  • Korosif (corrosive) 
  • Bersifat iritasi (irritant) 
  • Beracun (toxic) 
  • Karsinogenik 
  • Teratogenik 
  • Berbahaya bagi lingkungan

Reaksi Dekomposisi
Hasil reaksi dekomposisi suatu senyawa bisa menjadi dua atau lebih dan bisa jadi dekoposisi/pemisahan ini terurai menjadi senyawa yang berbeda dengan senyawa sebelumnya. Jenis reaksi ini bisa berjalan lambat dan bisa pula berjalan cepat.

Komposisi, Struktur & Reaktivitas Kimia
Ketidakstabilan atau reaktivitas kimia sering dihubungkan dengan strukturnya. Contoh:
  • CN2             ( senyawa diazo ) 
  • C – NO         ( senyawa nitroso )
  • C – NO2        ( senyawa nitro )
Reaktivitas senyawa tersebut sangat tergantung dari beberapa faktor sehingga yang harus diperhatikan adalah kondisi operasionalnya seperti :
  • Kontrol temperatur
  •  Perbandingan dan konsentrasi reaktan
  •  Kemurnian bahan
  •  Viskositas media reaksi
  •  Kecepatan penambahan bahan
  •  Pengadukan
  •  Tekanan reaksi atau distilasi
  •  Bahaya radiasi
  •  Bahaya padatan yang reaktif
Bahan-bahan kimia tidak kompatibel (Chemical Incompatibility Matrix)
  • Identifikasi bahan di masing-masing lab.
  • Perhatikan MSDS 
  • Pahami prosedur penanganan
Pengaturan dan penempatan bahan kimia sebaiknya dipisahkan berdasarkan perbedaan klas bahaya. Sebagai contoh perlakuan masing-masing klas bahaya adalah sebagai berikut :

Jenis Asam
  • Pisahkan dari logam reaktif: sodium, potassium, dan magnesium.
  • Pisahkan asam pengoksidasi dengan asam organik dan bahan yang  flammable dan combustible. 
  • Asam asetat adalah cairan flammable.
  • Asam Nitrat dan HCl bisa ditaruh dalam tempat yang sama tetapi pada rak yang berbeda. Dapat membentuk gas Cl2dan gas nitrosyl chloride yang toksik.
  • Pisahkan asam dengan bahan yang bisa menhasilkan toksik atau gas mudah terbakar apabila terjadi kontak dengan asam seperti: sodium sianida, besi sulfida dan kalsium karbida.
  • Pisahkan Asam dan Basa
Jenis Basa (Bases)
  • Pisahkan dari asam, logam, bahan mudah meledak, peoksida organik 
  • Jangan menyimpan larutan NaOH dan KOH dalam rak alumunium
Pelarut (Flammable dan combustible)
  • Simpan dalam kaleng dalam lemari solvent
  • Pisahkan dari asam peoksidasi dan oksidator lain 
  • Jauhkan dari sumber pembakar: panas, api dll
Pengoksidasi
  • Jauhkan dari materi yang combustible dan flammable
  •  Jauhkan dari bahan pereduksi seperti seng, logam alkali, dan asam format 
Sianida
  • Pisahkan dari larutan berair, asam dan pengoksidasi.
Bahan reaktif terhadap Air  
  • Simpan di tempat dingin, kering yang jauh dari sumber air 
  • Siapkan Racun api kelas D didekatnya
Bahan Piroforik
  • Dalam kemasan asli, simpan di tempat yang dingin 
  • Berikan tambahan seal yang kedap udara
Light-Sensitive Chemicals
  • Simpan di botol gelap/berwarna dalam tempat dingin kering dan gelap.
Bahan pembentuk peroksida
  • Simpan di tempat kedap udara atau tempat penyimpanan bahan flamable 
  • Pisahkan dari pengoksidasi dan asam
Bahan Beracun
  • Simpan sesuai sifat bahan kimia penyusunnya 
  • Pergunakan sistem keamanan yang memadai
Tempat cairan
Semua cairan kimia berbahaya harus disimpan dalam tray (nampan) untuk meminimalkan efek karena tumpahan atau bocoran. Kapsitas tray harus 110% volume botol terbesar atau 10% dari agregat seluruh volume. 
Rak penampung disesuaikan dengan sifat bahan (cairan) yang disimpan dalam botol. Jangan menggunakan bahan alumunium.


Chemical Storage Cabinets
Approved corrosive storage cabinets berfungsi untuk untuk penyimpanan asam dan basa.
Flammable storage cabinets berfungsi untuk menyimpan cairan flammable liquids

Kesimpulan
         Cara standart untuk menangani dan mengelola zat zat kimia di laboratorium terletak pada penyimpanan bahan tersebut. Penyimpanan bahan kimia sebaiknya dilakukan sesuai dengan karakteristik dan sifatnya. Perlu adanya perhatian yang tinggi agar laboratorium menjadi tempat yang aman dan sehat.
         Pada umumnya bahan kimia memiliki sifat mudah terbakar, beracun, sangat reaktif, dan peka terhadap panas. Oleh karena itu penyimpanan dapat dilakukan seperti, penyimpanan pada suhu dingin, penyimpanan bahan yang sangat reaktif, penyimpanan bahan yang mudah terbakar dan penyimpanan untuk bahan beracun, dengan menggunakan wadah yang sesuai dengan sifat zat tersebut.

Daftar Pustaka


Widjajanti, Endang, (2003), Pengelolahan Bahan Kimia-Makalah Penyuluhan dan Pelatihan Keterampilan Mengelola Laboratorium dan Menyiapkan Praktikum bagi Laboran Laboratorium Kimia SMU di DIY, FMIPA-Universitas Negeri Yogyakarta, Yogyakarta



MAKALAH PROSIDING

PENGARUH PENERAPAN STRATEGI REACT (RELATING, EXPERIENCING, APPLYING, COOPERATING, TRANSFERING) TERHADAP HASIL BELAJAR KIMIA SISWA KELAS X PADA POKOK BAHASAN LARUTAN ELEKTROLIT
DAN NON ELEKTROLIT

Cianny Avolita Marpaung 
Pendidikan Kimia Program Pascasarjana, Universitas Negeri Medan, (email: sianidaavolita@gmail.com)

Abstrak
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui apakah pembelajaran dengan menggunakan model pembelajaran REACT dapat meningkatkan hasil belajar kimia siswa pada pokok bahasan Larutan Elektrolit dan Non Elektrolit. Penelitian dilakukan di SMA Negeri 1 Bandar Khalipah T.A. 2010/2011. Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh siswa kelas X SMA Negeri 1 Bandar Khalipah yang terdiri dari 5 kelas. Dari populasi ditetapkan sampel sebanyak 2 kelas yaitu kelas eksperimen dan kelas kontrol. Kedua kelas diberikan perlakuan yang berbeda, kelas eksperimen diberikan pengajaran dengan menggunakan model pembelajaran REACT, sedangkan kelas kontrol diberikan pengajaran dengan menggunakan model pembelajaran Konvensional (Ceramah, Tanya jawab, Penugasan).
            Soal yang digunakan terlebih dahulu diujicobakan dengan uji statistik dan divalidkan menggunakan rumus korelasi product moment dan dari 30 butir soal diperoleh 20 butir soal yang valid, yang selanjutnya akan digunakan sebagai instrumen tes. Reliabilitas soal dihitung dengan menggunakan rumus KR-20 dan diperoleh reliabelitas soal sebesar 0,761.
Hasil data post-tes menunjukkan bahwa pada kelas eksperimen diperoleh nilai rata-rata hasil belajar sebesar 44,07 sedangkan pada kelas kontrol diperoleh nilai rata-rata hasil belajar sebesar 24,02. Dari pengujian hipotesis diperoleh thitung = 6,563 dan  pada taraf signifikansi α = 0,05 dengan dk = 72 diperoleh ttabel = 2,016. Karena  thitung < -t tabel dan thitung > t tabel maka thitung berada pada daerah penerimaan Ha. Hal ini berarti bahwa pembelajaran dengan menggunakan model pembelajaran REACT lebih baik daripada dengan menggunakan model pembelajaran Konvensional (Ceramah, Tanya jawab, Penugasan) sehingga dapat disimpulkan bahwa ada pengaruh penerapan model pembelajaran REACT terhadap hasil belajar kimia siswa kelas XI pada pokok bahasan Larutan Elektrolit dan Non Elektrolit. Pembelajaran dengan menggunakan model pembelajaran REACT dapat meningkatkan hasil belajar kimia siswa sebesar 71,26 % dengan perbedaan peningkatan hasil belajar siswa dibandingkan dengan model pembelajaran Konvensional (Ceramah, Tanya jawab, Penugasan) adalah sebesar  41,94 %.

Kata Kunci: Model Pembelajaran, Strategi REACT, Hasil belajar




Pendahuluan
Dewasa ini perkembangan sains dan teknologi telah mengendalikan dunia secara global yang berimbas pada perubahan sosial yang semakin pesat. Setiap aspek kehidupan dituntut untuk melakukan rekontruksi supaya tidak menjadi korban dari perkembangan sains dan teknologi tersebut. Kondisi ini menjadi tantangan bagi dunia pendidikan. Proses pendidikan harus mempersiapkan siswa yang kritis agar mampu menyingkapi perkembangan sains dan teknologi. Hal ini sesuai dengan Peraturan Pemerintah Nomor 19 tahun 2005 tentang Standar Nasional Pendidikan pasal 19 ayat 1 yang menyatakan bahwa proses pembelajaran pada satuan pendidikan diselenggarakan secara interaktif, inspiratif, menyenangkan, menantang, memotivasi peserta didik untuk berpartisipasi aktif, serta memberikan ruang yang cukup bagi prakarsa, kreativitas, dan kemandirian sesuai dengan bakat, minat dan perkembangan fisik serta psikologis peserta didik. Terbentuknya peserta didik sesuai tuntutan tersebut akan menjadi suatu bekal dunia pendidikan untuk menyingkapi perkembangan sains dan teknologi tersebut.(http://www.dostoc.com/docs/6453031)
  Rendahnya hasil belajar kimia berdasarkan hasil riset Kelompok Studi Pendidikan Berkualitas (KSPB), LAPI-ITB tentang prestasi siswa Indonesia dari wilayah Sumatera selama kurang lebih sembilan tahunan dilihat dari hasil ujian SPMB/SMPTN. Dimana dalam mengukur prestasi, digunakan Indeks Fasilitas (IF) yang merupakan perbandingan jumlah peserta SPMB/SMPTN kelompok IPA yang menjawab soal ujian dengan benar dibandingkan dengan jumlah seluruh peserta. Dengan demikian bila didapati nilai IF yang besar maka berarti banyak peserta menjawab dengan benar soal ujian tersebut, dan sebaliknya.
Rendahnya kualitas pendidikan itu sebagian besar diakibatkan karena kurang efektifnya proses belajar mengajar. Dalam sistem pembelajaran, guru sering menerapkan pembelajaran yang bersifat teoritik yang mengakibatkan sebagian besar siswa tidak dapat mengkaitkan apa yang dipelajari dalam kehidupan sehari-hari. Kenyataan ini membuat siswa sering hanya menghapal teori atau konsep pelajaran tetapi tidak diikuti dengan pemahaman atau pengertian yang mendalam, yang biasa diterapkan ketika mereka berhadapan dengan situasi dalam kehidupannya
Berkaitan dengan itu dalam pembelajaran perlu pendekatan yang tidak mengharuskan siswa untuk menghafal fakta-fakta tetapi sebuah strategi pendekatan yang mendorong untuk belajar menemukan konsep. Menurut Hamalik (2003), pengajaran yang efektif adalah pengajaran yang menyediakan kesempatan belajar sendiri atau melakukan aktivitas sendiri. Siswa belajar sambil bekerja, dengan bekerja mereka memperoleh pengetahuan, pemahaman, dan aspek-aspek tingkah laku lainnya.
Salah satu alternatif jawaban permasalahan di atas, guru dapat memilih strategi pembelajaran melalui pendekatan kontekstual yang merupakan konsep belajar yang bisa membantu guru menghubungkan antara materi yang diajarkan dengan realitas dunia nyata siswa, dan mendorong siswa membuat interaksi antara pengetahuan yang dimilikinya dengan penerapannya dalam kehidupan mereka sebagai anggota keluarga dan masyarakat. Dalam kaitan ini siswa dapat menyadari sepenuhnya apa makna belajar, manfaatnya, bagaimana upaya untuk mencapainya dan dapat memahami bahwa yang mereka pelajari bermanfaat bagi hidupnya nanti. (http://organisasi.org/strategi-pembelajaran-kontekstual-oleh-oleh-dari-plpg-slamet-p)
Kontekstual merupakan respon dari ketidakpuasan praktek pembelajaran yang sangat menekankan pada pengetahuan abstrak atau konseptual semata-mata. Pembelajaran demikian memang cocok untuk melahirkan para akademisi, tetapi tidak menyiapkan siswa untuk menjadi seorang professional, dengan kata lain pembelajaran yang terlampau abstrak telah mengabaikan aspek kontekstual atau terapan dari pengetahuan tersebut (Tim Penatar Undiksha, 2007)
Pembelajaran secara kontekstual sangat penting dalam proses pengajaran dan pembelajaran karena kemampuannya untuk merangsang pelajar belajar dengan penuh motivasi, bekerjasama dan dapat melihat kerelevanan apa yang dipelajari dengan kehidupan sehari-hari. Suatu konsep yang abstrak akan dapat dipelajari dengan lebih mudah karena guru akan membentuk suasana pembelajaran yang lebih konkrit dan menjurus kepada pembelajaran bermakna (Ibrahim, Surif dan Mohd. Sharir, 2003). Untuk menghasilkan pembelajaran yang lebih bermakna, maka peserta didik dituntut benar-benar memahami dan dapat menerapkan pengetahuan, sehingga aktivitas pembelajaran tidak hanya meningkatkan pemahaman dan daya serap siswa pada materi pelajaran tetapi juga melibatkan kemampuan berpikir (Hamalik, 2003)
Center Of Occupational Reseach And Development (CORD) (Crawford, 2001) menyampaikan  lima strategi bagi pendidik  dalam rangka  penerapan pembelajaran kontekstual, yang disingkat dengan REACT, yaitu : (1) Relating  adalah belajar dikaitkan dengan  konteks  pengalaman kehidupan nyata, (2) Experiencing adalah belajar ditekankan kepada  penggalian (eksplorasi, penemuan), dan penciptaan (invention), (3) Applying adalah belajar bilamana  pengetahuan dipresentasikan di dalam konteks  pemanfaatannya, (4) Cooperating adalah belajar  melalui konteks komunikasi  interpersonal, pemakaian bersama dan  sebagainya, (5) Transfering adalah  belajar melalui  pengetahuan  di dalam situasi  atau konteks baru.
Penelitian tentang penerapan model pembelajaran REACT telah dilakukan sebelumnya oleh Pertiwi (2009) yang menyimpulkan bahwa dengan penerapan strategi REACT kemampuan berpikir fisika siswa meningkat sebesar 37, 34 % dan pemahaman konsep fisika siswa meningkat sebesar 21,05 %.
Berdasarkan pertimbangan diatas maka peneliti mencoba menerapkan model pembelajaran REACT dalam pembelajaran kimia, pada pokok bahasan Larutan Elektrolit dan Non Elektrolit. Pokok bahasan larutan elektrolit dan non elektrolit merupakan materi yang sangat erat kaitannnya dengan kehidupan sehari-hari. Namun, pemahaman siswa pada pokok bahasan tersebut masih rendah, hal ini mungkin disebabkan karena guru didalam menjelaskan pokok bahasan tersebut belum menggunakan strategi pengajaran yang tepat. Selama ini pengajaran larutan elektrolit dan non elektrolit banyak menggunakan metode ekspositori (ceramah), akibatnya hasil belajar yang didapatkan kurang memuaskan.

Metode Penelitian
Penelitian ini dilaksanakan di SMA Negeri 1 Bandar Khalipah yang dilaksanakan dilaksanakan pada bulan di kelas X semester genap Tahun Ajaran 2010/2011.Dari populasi diperoleh sampel kelas X-1 dan X-3, sampel diambil secara purposif sampling. Sebagai kelas eksperimen adalah kelas X-1, sedangkan kelas kontrol adalah kelas X-3.
Operasional dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:
a.    Memvalidkan soal sebelum diujikan pada kedua kelas sampel
b.   Memberikan pre tes dengan soal yang sudah valid dan reliabel pada satu kelas eksperimen dan satu kelas kontrol. Pemberian pre tes dilakukan sebelum perlakuan pengajaran kepada kelompok sampel untuk memperoleh normalitas dan homogenitas kelompok yang terdiri dari 1 kelas eksperimen dan 1 kelas kontrol. Dengan demikian kelompok sampel memiliki kemampuan awal yang homogen.
c.    Melaksanakan penelitian dalam kelas. Dalam hal ini, peneliti melakukan treatment (perlakuan) dengan membagi subjek didik atas kelompok yang terdiri dari 1 kelas eksperimen dan 1 kelas kontrol yang kemampuan awalnya homogen. Kemudian kepada kelas eksperimen setelah diberikan pengajaran dengan menggunakan strategi REACT dan kelas kontrol setelah diberikan pengajaran secara konvensional (ceramah, tanya-jawab dan penugasan)
d.   Memberikan post tes setelah proses belajar mengajar selesai, post tes digunakan untuk menyelidiki kemampuan siswa dalam penguasaan materi pelajaran yang telah diberikan pada masing-masing kelas. Post-test diberikan kepada kedua kelas.
e.    Mengumpulkan dan mengolah data hasil pre tes dan post tes
f.    Menyimpulkan hasil penelitian.
Dalam penelitian ini membutuhkan alat pengumpul data adalah evaluasi belajar berupa pre-test dan post-test untuk kelompok ekperimen dan kontrol. Bentuk test untuk evaluasi pre-test dan post-test adalah bentuk objektif pilihan berganda. Soal pre-test dan soal post-test yang diberikan atau yang diujikan terhadap kelompok eksperimen dan kelas kontrol harus sama. Sebelum post-test diberikan, terlebih dahulu dilakukan pengujian test. Hal ini dilakukan untuk memperoleh validitas test, reliabelitas test, daya beda dan tingkat kesukaran.
Data yang diolah dalam penelitian ini adalah hasil belajar siswa dari kelas sampel. Setelah data kelas sampel diperoleh, maka dilakukan langkah-langkah (1) uji normalitas, (2) uji homogenitas, (3) uji hipotesis dua pihak. Selajutnya melakukan uji t pada α = 0,05 dan dk = n1 + n2 – 2 dengan kriteria pengujian sebagai berikut: Ha diterima apabila harga thitung < -t1/2 α dan thitung > t1/2 α yang sekaligus menolak Ho.

Hasil dan Pembahasan
1.      Data Pre-Test dan Post-Test Siswa
Instrumen test yang digunakan sebagai pre-test sama dengan instrumen yang digunakan pada saat post-test yaitu soal pilihan berganda sebanyak 20 soal dengan urutan yang telah diacak. Pemberian pre-test diberikan kepada siswa sebelum siswa diberikan pembelajaran sedangkan post-test diberikan kepada kelas eksperimen setelah diberikan pengajaran dengan menggunakan strategi REACT dan kelas kontrol setelah diberikan pengajaran secara konvensional (ceramah, tanya-jawab dan penugasan)
   Tabel 1.1. Data Ringkas Hasil Pre-Tes Siswa

Eksperimen
Kontrol
Nilai Minimum
15
15
Nilai Maksimum
60
60
Nilai Rata-Rata
38,15
44,02
Standar Deviasi (SD)
11,114
11,577

   Tabel 1.2. Data Ringkas Hasil Post-Tes Siswa

Eksperimen
Kontrol
Nilai Minimum
60
55
Nilai maksimum
95
80
Nilai Rata-Rata
82,23
67,50
Standar Deviasi (SD)
9,979
13,683

2.      Uji Normalitas
Tabel 2.1. Uji Normalitas Data Pre-Test dan Post-Test Siswa
Kelas
Data
2)hitung
2)tabel
Keterangan
Eksperimen
Pre-Test
7,68
15,507
Data Terdistribusi Normal
Post-Test
12,03
15,507
Data Terdistribusi Normal
Kontrol
Pre-Test
6,83
11,07
Data Terdistribusi Normal
Post-Test
11,60
12,592
Data Terdistribusi Normal

3.      Uji Homogenitas
Tabel 3. Uji Homogenitas
Kelas
S2
Fhitung
Ftabel
Keterangan
Eksperimen
147,226
1,084
1,732
Data homogen
Kontrol
94,682

4.        Uji Hipotesis
Tabel 4. Uji Hipotesis
Kelas
Data
thitung
ttabel
Keterangan
Eksperimen
6,563


2,016


Ha diterima
SD = 187,642
Kontrol
SD = 176,884


5.      Peningkatan Hasil Belajar
Tabel 5. Peningkatan Hasil Belajar

Gain Ternormalisasi
Keterangan
Kelas Eksperimen
0,6569
Hasil Belajar Sedang
Kelas Kontrol
0,4453
Hasil Belajar Sedang


Kesimpulan
1.  Hasil belajar kimia siswa pada pokok bahasan Larutan Elektrolit dan Non Elektrolit yang diberi pembelajaran dengan menggunakan strategi REACT lebih tinggi dari hasil belajar kimia siswa yang diberi pembelajaran secara Konvensional (ceramah, tanya-jawab, dan penugasan). Hal ini dibuktikan dari uji hipotesis yang menunjukkan bahwa thitung > ttabel (6,563 > 2,016).
2.   Peningkatan hasil belajar siswa pada kelas eksperimen adalah 71,26 % sedangkan peningkatan hasil belajar siswa pada kelas kontrol adalah 41,94 %. Hal ini membuktikan bahwa pembelajaran dengan menggunakan strategi REACT lebih efektif digunakan dalam meningkatkan hasil belajar kimia siswa daripada pembelajaran secara Konvensional (ceramah, tanya-jawab, dan penugasan).

Ucapan Terima Kasih
Ucapan terima kasih disampaikan kepada Lisnawaty Simatupang S.Si, M. Si selaku pembimbing dalam menyelesaikan penelitian ini. Serta kepada pihak yang telah membantu dalam penyelesaian tulisan ini.

Daftar Pustaka
Crawfod, L.M., (2001), Teaching Contextually, Research, Rationale, and Tehniques for Improving Student Motivation and Achievement in Mathematics and Science, Waco, Texas CCI Publishing, Inc

Faisal, S., (2005), Pembelajaran volume kubus dan balok dengan Strategi REACT pada siswa kelas I SMP Negeri 6 Malang. Tesis tidak diterbitkan, Malang: PPS UM Malang

Ibrahim, N.H., Surif, J., dan Mohd. Sharir, M., (2003), Kefahaman Dan Tahap Amalan Pembelajaran Secara Kontekstual Di Kalangan Guru Sains Luar Bandar, Universitas Teknologi Malaysia, Johor

Pertiwi, Faninda Novika., (2009), Penerapan Strategi REACT untuk Meningkatkan Kemampuan Berpikir dan Pemahaman Konsep Fisika Siswa Kelas XI IPA 1 SMAN 1 Jenangan Kabupaten Ponorogo. Skripsi, Program Studi Pendidikan Fisika, Jurusan Fisika, FMIPA, Universitas Negeri Malang, Malang.

Tim Penatar Undiksha, (2007), Menggunakan CTL dan Asesmen Otentik, Universitas Pendidikan Ganesha Singaraja